Laman

Senin, 21 November 2011

Kultwit Asmanadia Tentang Bagaimana Menulis Cerita

KoPas >> http://forumlingkarpena.net
  1. Cari cara untuk selalu mencatat setiap ide menarik
  2. Temukan bentuk tulisan. Apakah akan dibuat dari A-Z alurnya linear biasa. Atau dimulai dari klimaks, bahkan akhir cerita
  3. Buat outline sederhana bagaimana tulisan akan bergerak. Bukan keharusan tapi akan sangat membantu bagi pemula
  4. Buat opening yang memikat. Hindari lead cerita yang biasa-biasa aja. Be creative!
  5. Beri nyawa pada tokoh-tokohmu.
  6. Garap setting (waktu/tempat) untuk memperkuat cerita. Beri warna lokal sesuai kebutuhan
  7. Kenapa sebuah cerita hambar atau terasa monoton, karena tidak ada konflik/konflik tidak tergarap! Perhatikan konflikmu
  8. Olah setiap unsur cerita dengan sabar. Beri perhatian pada detail yang harus dimunculkan agar logika cerita mantap
  9. Hindari kebetulan dalam cerita, kecuali bisa dipertanggungjawabkan. Khususnya untuk penyelesaian cerita.
  10. Saring dialog, buang yang tidak berfungsi.
  11. Temukan formula ending yang pas, tanpa harus berpanjang-panjang kalimat.
  12. Tentang ending lagi, akhir cerita yang baik meninggalkan gema lebih lama di hati pembaca. Jangan sia-siakan ending
  13. Batasi ego-mu sebagai penulis. Tokoh-tokoh muncul sesuai karakter dalam ceritamu, tokoh-tokoh itu bukan dirimu.
  14. Mematikan tokoh untuk memberi kejutan dalam cerita... cari cara lain yang tidak klise:
  15. Biasakan memulai dengan basmalah sebelum menulis, lalu mulailah menulis dengan hatimu
  16. Belajar setia & bertanggung jawab bukan hny dlm upaya sakinah bersamamu /berkeluarga, jg dlm menyelesaikan ceritamu
  17. Menulis untuk diselesaikan. Never ever give up on your stories. Give them chance!
  18. Kegigihanmu dlm menyelesaikan cerita yg sudah kamu mulai mencerminkan kegigihanmu dlm menghadapi persoalan kehidupan
  19. Beri judul yang menarik untuk ceritamu
  20. Menulis itu cara lain berbagi. Hilangkan ketakutan/tidak pede dan excuse lain dalam mengirim cerita ke media

Minggu, 13 November 2011

Ini Dia, Cara Efektif Membaca Buku

KoPas dari --http://www.flpjakarta.com/?p=4

Punya banyak koleksi buku? Masih ingatkah Anda, buku apa saja yang pernah dibaca dan apa inspirasi yang Anda dapatkan dari buku itu? Jika Anda menjawabnya, “Aduh, sudah lupa”, atau bahkan sama sekali tak ada kesan dari buku yang Anda baca, bisa jadi, cara membaca yang diterapkan selama ini tidak efektif. Penulis buku “101,5 Inspirasi Kecerdasan Emosional Anak Muda” yang juga pakar EQ, Anthony Dio Martin membagi 3 cara yang bisa diterapkan untuk membaca secara efektif dan mendapatkan manfaat dari apa yang Anda baca. Apa saja triknya?

Pertama, terapkanlah teknik membaca kontemplatif. “Ketika membaca buku, jangan dari awal sampai akhir lewat begitu saja, kemudian lupa apa yang dibacanya,” kata Anthony, di arena Pesta Buku Jakarta 2011, di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (3/7/2011).

Bagaimana cara membaca kontemplatif? Anthony menjelaskan, saat membaca buku, peganglah pensil atau pulpen. Beri catatan pada bagian yang menurut Anda menarik. Catatan itu bisa berupa komentar, ketidaksamaan pendapat atau apa pun.

“Itu kan buku Anda sendiri, tidak masalah jadi penuh coretan. Caranya, pegang buku, pegang pensil dan bolpen, corat coret. Biar saja. Kasih komentar di bagian yang dibaca. Coretan ini akan melatih, mencerdaskan pikiran Anda. Tandai, kasih komentar. Lingkari, kasih tanda seru atau memberi pendapat tentang apa yang Anda baca. Misal, anda tidak suka, tidak sependapat,dan sebagainya. Jangan biarkan buku tetap rapi,” paparnya.

Trik kedua, buatlah mind mapping. Caranya, membuat garis besar isi buku setelah selesai membacanya.

Dan ketiga, berikan catatan pada notes kecil untuk mencatat ide yang muncul dari buku yang Anda baca. “Pengetahuan tidak ada artinya kalau tidak memunculkan ide. Misalnya, bikin catatan-catatan dari baca buku ini (yang dibaca), apa yang Anda dapatkan. Sebuah buku akan berkesan kalau berhasil membuat kita terinspirasi dan membuat kita punya ide untuk melakukan sesuatu,” kata Anthony.

Sumber: kompas.com

Kamis, 10 November 2011

Hukum Menulis Cerpen


Ditulis tanggal : 10 - 11 - 2011 | 10:27:12

ditulis oleh Awy Ameer Qolawun, FLP Arab Saudi.

CoPas dari : http://forumlingkarpena.net/kritik_sastra/read/hukum_menulis_cerpen


Sebagai penikmat sastra –dan kadang-kadang iseng menulis karya sastra– pernah terlintas di benak saya bagaimana hukum menulis cerpen (apalagi novel)? Bukankah ada seperti unsur membohongi gitu? Menulis cerpen itu kan mengarang (insya') dan mengarang itu kan mengada-ada –heheh–, apa nggak "ngapusi", membohongi? Kan tokoh-tokohnya, kejadiannya, latar belakangnya, tempat kejadiannya; bias jadi rekaan semua,walau diangkat dari kejadian sehari-hari dengan merubah pelakunya.

Hal ini pernah merisaukan pikiran saya lumayan agak lama, sebelum saya mendiskusikannya dengan beberapa Guru-Guru Besar saya yang masing-masing memberikan jawaban berbeda sesuai dengan wijhah nadhor (sudut pandang) masing-masing, meski inti jawaban adalah sama.

Cerpen, dalam istilah Arab disebut "Riwayah" atau "qisshoh qoshiroh" atau "usthuroh" (tapi kalau ini lebih tepatnya berarti legenda); itu tidak ada hukum yang pasti dalam ilmu fiqih, maksudnya tidak ada bab khusus dalam ilmu fiqih yang membahas tentang itu. Berbeda dengan menggambar –baik 2 dimensi atau 3 dimensi­– yang terdapat dalil syariat sekaligus terjadi berbagai macam ikhtilafu-r Ro’yi (perbedaan pendapat) antar para fuqoha’ (pakar fiqih).

Maka jika melihat pada ketiadaan syariat memberikan hukum jelas terhadap sesuatu, bisa jadi menulis cerpen itu termasuk Mubah; namun karena faktor tertentu, ia bisa jadi juga haram, makruh, atau malah berpahala (begitu pula hukum membacanya) merujuk pada kaidah "al-ashlu fis syai-i al-ibahah ma lam yadullad dalil ala tahrimih"; asal segala sesuatu adalah boleh, selama tak ada indikator pengharaman.

Karena sejak dulu di dunia Arab –yang darinya terlahir empat madzhab itu– cerpen berkembang pesat, mulai "Kalilah wa Dimnah", "Alfu Lailah wa Lailah", "Qeis Majnun Layla" dan sebagainya. Dan tak satupun ulama madzhab yang meributkan apalagi memperselisihkannya. Bahkan sastra Arab sendiri telah jauh berkembang sejak pada masa sebelum Islam. Dan siapapun tahu bahwa cerpen masuk pada bagian ilmu Adab, atau Sastra

Sekedar untuk diketahui juga, Nabi Saw. diutus saat bangsa Arab berada dalam masa keemasan sastra mereka. Makanya Al-Qur’an turun dengan tingkat sastra yang ketinggiannya tidak bisa ditandingi oleh siapapun.

Secara to the point, cerpen itu dalam cara menghukuminya masuk pada kaidah "lil wasa-il hukmul maqashid", tergantung penggunaan. Sederhananya, cerpen adalah hanya sebuah alat, wasilah, atau perantara. Maka bisa jadi ia berpahala kalau mengantarkan pembacanya ingat pada Allah, seperti fiksi-fiksi Islamy. Berdosa bahkan haram seperti novel-novel yang membangkitkan syahwat dan mengarahkan pembacanya pada maksiat. Bisa juga ia tak bernilai pahala atau dosa, seperti cerpen-cerpen yang fungsinya sekedar pelepas lelah, atau cerpen buat anak-anak, fiksi-fiksi fantasi, dan seterusnya.

Lepas daripada itu, bertutur dengan menyelipkan pendidikan, pemikiran, nasehat melalui media ini sebenarnya adalah salah satu uslub syariah (metode syariat). Lihat dalam Al-Qur'an atau Hadits, banyak sekali cerita-cerita bukan? Walau tentu saja kisah nyata.

Oleh karenanya, menulis sebuah cerpen bisa "ada gunanya" setelah memenuhi beberapa kriteria, apalagi kita adalah seorang muslim yang dituntut tidak boleh membuang waktu terhambur begitu saja. Semisal menulisnya untuk tujuan dakwah, dengan menyisipkan nilai-nilai agama di dalamnya, mengembangkan kreativitas dan daya imajinasi, tidak mengganggu kewajiban, tidak ada unsur sengaja membohongi, membuat fitnah, memprovokasi, menjatuhkan nama baik, dan seterusnya.

Memukul rata bahwa membuat cerpen adalah "ngapusi", maka jadinya haram; adalah tentu tidak tepat. Sebab semua tahu bahwa cerpen adalah sastra, adab, dan dari dulu, tak ada satupun ulama yang meributkan adab. Apalagi sampai membid'ahkan dengan alasan tak ada di zaman Nabi. Kentara jika kurang memahami sejarah dan Uslub Qur’ani itu sendiri.

Alhasil, cerpen itu tergantung niat penulisnya, bisa jadi ia mubah, makruh, haram, sunnah, bahkan wajib. Bisa jadi ia berpahala, tak bernilai apa-apa, bahkan berdosa; semua kembali ke masing-masing penulis dan apa tujuannya.

Akhirnya, yang terpenting adalah niat, tak hanya cerpen, semua jenis dan model tulisan pun begitu, sebab ia adalah hanya sarana saja. Ya seperti makan, minum itu; asalnya kan mubah, bisa jadi bernilai ibadah kalau kita niatkan untuk suplemen biar giat sholat, atau malah dosa kalau diniatikan biar semangat saat hendak melakukan dosa. So, innamal a'malu binniyyah. Wallahu a'lam :) (*)