Laman

Sabtu, 28 September 2013

my Jogging

Lapangan FIK UNP
Sudah lebih dikit dari enam bulan ini saya meluangkan waktu untuk jogging dalam seminggu, biasanya tiga kali seminggu. Itu biasanya, ada juga cuma dua kali seminggu atau bahkan cuma satu kali. Yang penting ada lah berolahraga dalam seminggu itu. Biasanya saya jogging di lapangan FIK UNP.

kebiasaan ini berawal saat mengambil mata kuliah olahraga, instrukturnya menyampaikan bagaimana pentingnya olahraga bagi tubuh. Dengan mendengarkan , menyimak, dan mengiyakan serta memahami apa yang disampaikan hingga membuat saya termotivasi untuk mulai melakukan jogging, karena memang ini yang terbilang murah dan mudah untuk dilakukan.

Awalnya memang motivasinya berdempet dengan niat latihan agar nanti dapat nilai bagus saat ujian kuliah olahraga, ujiannya waktu itu lari keliling lapangan bola dengan panjang 400m sebanyak enam kali dan untuk laki2 harus dicapai kurang dari 15 menit. akhirnya dengan biasa melakukan saya mulai menikmati manfaat dan semakin nyaman melakukannya.

Ada beberapa ilmu yang saya dapatkan saat kuliah, seperti selesai berlari atau jogging jangan langsung duduk berdiri saja sambil jalan2 ringan sampai darah mengalir normal kembali, mungkin maksudnya sampai detak jantung mendekati normal kembali. Efeknya jika langsung duduk kepala bisa terasa pusing, bahkan bisa mual. So, mari mulai berjogging.


Jumat, 27 September 2013

PEmbuka CakRawala??

Jalanan itu bukan hanya diisi para pengemis, orang terdidik pun ada. Saya bukan menyindir atau pun menghina, tapi ini kenyataan. Cobalah lihat kalau tidak percaya. Betapa banyak pengangguran yang berstatus mantan mahasiswa. Demikian katanya. Ini sedikit fiksi sebagai pengantar.

Malam ini mendengar diskusi seorang tamu di kosan dengan mantan mahasiswa yang baru diwisuda, omongannya terkait apa rencana setelah selesai kuliah ini. Disela-sela diskusi dia menyampaikan kuliah S1 itu untuk membuka cakrawala, cakrawala apa yang dimaksud. Saya juga tidak tahu.

Saya mengiyakan apa yang disampaikan karena apa yang dimaksud sesuai juga dengan pemikiran saya. Setelah selesai studi di kampus tentu akan segera mencari pekerjaan. Dan rata-rata memang seperti apa yang akan dilakukan oleh mahasiswa yang baru saja lulus dari S1-nya. Namun masalahnya untuk mendapatkan pekerjaan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh perjuangan dan musti ikut persaingan yang ketat.

Ambil saja contoh jika ikut tes PNS, bandingkan jumlah yang akan ikut dengan jumlah pos yang akan diisi, peluang untuk diterima tentu tidak banyak. Disanalah fungsi kampus sebagai pembuka cakrawala itu berperan. Butuh pemikiran yang kreatif untuk menciptakan peluang minimal untuk diri sendiri dan bagus sekali bila sanggup memberi peluang untuk orang lain.


Untuk menciptakan peluang buat diri sendiri itu tentu butuh perjuangan juga. So, selamat berjuang buat para wisudawan...saya segera menyusul.

Sabtu, 21 September 2013

TEMPAYAN RETAK

Sudah pernah baca belum? Cerita dua tempayan, satu retak satu tidak. Kita semua adalah tempayan retak. Tempayan retak dan tak retak bergantung pada sebuah pikulan di masing-masing ujungnya. Dengan itulah si pembawa air dapat membawa air ke rumah. Sayapun tak dapat menggambarkan dengan mata apa itu tempayan. Tempayan retak hanya membawa setengah air dari tempayan tak retak, diapun merasa sedih, merasa tak berguna. “wahai pembawa air aku merasa malu dan tak berguna” tempayan retak berkata. “Kenapa?” permbawa air bertanya. “Hanya setengah air dari yang seharusnya yang mampu aku bawa, air merembes keluar dari retakan ini, tak seperti tempayan tak retak yang membawa penuh air” tempayan retak menjawab. “Perhatikanlah besok saat kita kembali membawa air, bunga-bunga yang tumbuh di sepanjang jalan yang kita lalui” pembawa air melanjutkan. Lihatlah bunga-bunga yang indah tumbuh di sepanjang sisi jalan tempayan retak yang tak ada di sepanjang tempayan tak retak. Bunga-bunga tumbuh subur dan mekar dengan air dari rembesan tempayan retak. Dari file mp3 resonansi jiwa tempayan retak.

Jumat, 20 September 2013

MENGHITUNG JUMLAH KEPALA

‘Demokrasi itu menghitung berapa jumlah kepala, bukan isi kepala’, demikian sepenggal kalimat yang sempat diucapkan oleh katib siang ini ketika saya shalat jumat di salah satu mesjid di kota Padang ini. Apa yang disampaikan katib ini menarik menurut saya berhubung saat ini di kota padang  akan segera berlangsung pesta demokrasi untuk menentukan walikota padang lima tahun mendatang.

Isi kotbah katib jumat tersebut bukanlah mengenai demokrasi namun dia sempat membahas sedikit mengenai perbedaan antara asas musyawarah dan demokrasi. Asas musyawarah di minangkabau sudah sejak dulu dijadikan sebagai cara untuk mendapatkan keputusan yang menyangkut kemaslahatan bersama dan di indonesia pun dikenal demikian. Kemudian demokrasi mulai diadopsi sampai sekarang, yang paling jelas adalah saat pemilihan sorang pemimpin mulai dari presiden, gubernur dan lainnya.

Perbedaaan antara musyawarah dan demokrasi jelas sekali, musyawarah sebuah keputusan ditentukan atas kesepakatan bersama. Memang untuk mencapai kesepakatan bersama ini kadang membutuhkan proses yang rumit dan lama. Setiap sisi dari hal yang dimusyawarahkan di pertimbangkan dan dibahas baik buruk, untung rugi dan segala tetek bengeknya. Beda halnya dengan demokrasi, cukup sediakan beberapa opsi atau pilihan mengenai suatu masalah yang akan diputuskan, selanjutnya tinggal para peserta untuk memilih mana yang mereka pilih, opsi dengan pemilih terbanyak itulah keputusannya.

Keputusannya pun akan berbeda, pada musyawarah tentunya tidaklah semua elemen dilibatkan, hanya sebagian yang dinilai berkompoten utuk membahas masalah itu saja yang dilibatkan. Jika dicontohkan pada pemilihan presiden tentu tidaklah mungkin semua rakyat ikut bermusyawarah untuk menentukan pemimpinnya, namun demokrasi mengakomodasi hal ini. Dalam demokrasi rakyat dapat berpartisipasi langsung untuk menentukan siapa yang mereka mau menjadi pimpinan mereka. Sayangnya pilihan ini kebanyakan tidak berdasar pada pilihan yang telah dipikirkan masak-masak dan pertimbangan di sana sini, pilihan dijatuhakan lebih pada suatu yang membuat mereka tertarik, dan parahnya jika tertarik dikarenakan sejumlah uang.


Sekarang demokrasi telah menjadi alat untuk membuat suatu keputusan di negeri kita, terutama dalam menentukan seorang pemimpin. Dan jangan pula asas musyawarah dilupakan, paling tidak untuk menjatuhkan pilihan. Benar-benar dikaji dari segala sisi, mana yang lebih baik, mana yang lebih sedikit ruginya pilihan pilihan yang telah ada tersebut, sehingga diperoleh pilihan terbaik untuk bersama untuk dipilih.

TRANSFORMASI

Setelah hampir setahun vakum, blog ini aktif lagi. Kalau dulu judulnya Pondok Aksara, sekarang berganti Paasah pena nan lun tajam. alamatnya pun berganti dari pondokaksara.blogspot.com ke yongkigm.blogspot.com. Namun inti blog ini tetap sama, sebagai tempat untuk berbagi cerita apa yang ada dalam pikiran saya pada orang-orang yang membaca.

'Paasah pena nan lun tajam' itu bahasa minang, artinya lebih kurang blog ini sebagai tempat bagi saya untuk  melatih dan membuat saya rajin menulis. Paasah sama artinya dengan pengasah, gunanya untuk membuat sesuatu menjadi tajam. Dan mudah-mudahan demikian adanya, dengan blog ini semoga saya semakin mahir menulis dan apa yang saya tulis bisa menjadi inspirasi bagi yang membaca :)

Kamis, 19 September 2013

Garam si kakek tua

Suatu hari seorang anak muda yang tengah dirundung banyak masalah berjalan gontai di tengah hutan, pikirannya melayang-layang memikirkan berbagai macam masalah hidup yang tengah dihadapinya. Dia merasa kepalanya akan pecah karena masalahnya ini. Terpikir olehnya untuk mengakhiri hidup, biar segala masalah ini hilang. Demikianlah dia berpikir saat itu. Dia terus berjalan menyusuri hutan hingga akhirnya dia melihat sebuah pondok di tengah hutan.

Dia berjalan ke arah pondok itu, kakinya sudah mulai letih karena terus berjalan. Sepertinya pondok ini meskipun kecil ada yang menghuninya. Pohon-pohon kecil dan bunga-bunga tumbuh rimbun di sekeliing pondok itu. Anak muda itu mengetuk pintu pondok dan tak lama keluarlah seorang laki-laki tua atau mungkin lebih baik jika dipanggil kakek.

“Ada apa anak muda?” sapa si kakek. ”Kenapa kau tampak murung sekali?”
“Saya hanya ingin menumpang istirahat sebentar kek, bolehkah?” tanya si anak muda.
“Oh, boleh silahkan saja” jawab si kakek dengan ramah.

Sang kakek kembali ke dalam pondoknya dan sesaat kemudian keluar dengan membawakan segelas air putih dan mempersilahkan si anak muda yang keletihan untuk meminumnya.
“Sepertinya kau sedang ada masalah, betulkah?” tanya si kakek. Setelah meminum seteguk air dan menghembuskan nafas panjang anak muda itu hanya mengangguk sambil menatap dedaunan pohon yang melambai-lambai ditiup angin. Terlihat damai dan tenang sekali daun-daun itu, coba saya seperti mereka pikirnya dalam hati.

“Ayo, coba ceritakanlah masalah mu padaku, siapa tahu aku bisa membantumu menyelesaikan masalahmu itu?” si kakek menawarkan dirinya. Si anak muda tampak ragu untuk menceritakan masalahnya beberapa saat, tidak ada salahnya saya ceritakan pada kakek ini pikirnya. Dia sudah tua tentu banyak pengalaman hidup yang sudah dilaluinya pikir anak muda tersebut. Akhirnya si anak muda menceritakan semua permasalahan yang membuatnya terasa berat.

Setelah anak muda menceritakan segala gundah gulanannya pada si kakek, si kakek hanya tersenyum lalu masuk ke dalam pondoknya. Si anak muda melihat itu merasa heran, apakah si kakek berpikir masalahnya itu tidak ada apa-apanya sehingga dengan mudahnya dia tersenyum, padahal baginya masalah ini sungguh sangat berat sekali hingga sampai sampai terlintas pikiran untuk mengakhiri hidupnya.

Beberapa saat kemudian si kakek tua muncul lagi dengan membawa segelas air meletakkannya di kursi pajang tempat mereka duduk dan di tangannya ada segenggam garam. Si kakek memasukkan setengah genggam garam tersebut ke dalam gelas dan masih ada separuh lagi di tangannya. Setelah mengaduk garam tersebut dan garam tersebut larut dalam air, sikakek menyuruh si anak muda untuk meminumnya. “Untuk apa ini?” tanya si anak muda. “Minum saja dulu nanti kamu akan tahu” jawab si kakek. Si anak muda lalu meminumnya, namun hanya seteguk, sisanya dia muntahkan keluar. “Rasanya tidak enak” kata si anak muda. ”tentu saja jawab si kakek, ini kan garam”.

Lalu si kakek mengajak si anak muda menyusuri jalan setapak di belakang pondoknya. Setelah berjalan beberapa lama mereka sampai di sebuah telaga yang cukup luas, dikelilingi oleh padang rumput dan pepeohonan yang tumbuh disekitarnya. Airnya jernih hingga ikan-ikan kecil yang sedang bermain di bebatuan tampak oleh mata. Lalu si kakek memperlihatkan garam yang masih tersisa di tangannya dan menyuruh anak muda itu melarutkannya di air telaga. Setelah garam itu larut dan menunggu beberapa saat sang kakek menyuruh si anak muda meminum seteguk air telaga itu, sang anak muda lalu meminumya. Rasanya segar sekali pikir si anak muda.


“Bagaimana rasanya, apakah ada terasa garam?” tanya si kakek. “Tidak sama sekali” kata si anak muda. “ Menurutmu kenapa ketika air di gelas yang berisi garam tadi diminum terasa asin dan kenapa ketika garam dengan jumlah yang sama dilarutkan di air telaga ini namun tidak terasa asin?” tanya si kakek pada si anak muda. “Jelas saja telaga ini begitu luas sehingga rasa garamnya tidak terasa, tapi di gelas tadi airnya sedikit sekali” jawab si anak muda. “ Bagaimana jika garam itu ibaratkan masalahmu?” lanjut si kakek. Si anak muda tertegun sejenak dan tak lama kemudian dia memandang ke arah si kakaek seakan minta penjelasan. 

“Begini anak muda, setiap masalah pasti ada jalan penyelesaiannya, karena Tuhan pun telah berjanji tidak akan memberikan masalah jika hambanya tidak sanggup menyelesaikannnya, sekarang yang perlu kau lakukan hanyalah melapangkan hatimu, karena dengan hati yang lapang masalah itu tidak akan terasa berat bagimu, kemudian carilah jalan untuk menyelesaikan masalah itu dengan hati dan pikiran yang tenang dan memohonlah pada tuhan untuk membantumu. Semoga kau mengerti” si kakek lalu beranjak pergi kembali ke pondoknya meninggalkan si anak muda yang mulai melihat jalan terang untuk segala masalah hidup yang sedang membebaninya.