Laman

Jumat, 09 November 2018

Nyaris 10 Tahun

Berkali kali blog ini terabaikan begitu saja. Tanpa login, bahkan sempat lupa apa password nya. Bahkan sempat ingin dibuang. Beberapa kali berganti nama. Namun entah kenapa masih bertahan sampai kini. Mungkin sudah takdirnya begitu.

Saya masih ingat blog ini saya buat tahun 2009, setelah saya baru saja membuat akun Facebook. Saya lupa apa motivasi kala itu sehingga terjadilah blog ini.

Di ruangan labor komputer matematika, saat kuliah pemrograman komputer, sekitar semester dua. Waktu itu aktivitas peronlinenan tidak semudah sekarang. Bisa online hanya saat kuliah pemrograman komputer, pergi ke warnet atau pake laptop lalu hubung ke WiFi kampus. Saat itu saya belum punya laptop. Saya sempat mencicipi punya akun Friendster, lalu muncul Facebook. Semua orangpun berbondong bondong meninggalkan Friendster.

Sekarang akses online sudah sangat mudah kali. Lewat HP saja selesai semua. Seharusnya blog ini lebih rajin post tulisan, idealnya kan begitu. Tapi kenyataan berkata lain. Contoh saja postingan ini saya tulis lewat HP setelah download aplikasi Blogger di play store. Semoga kedepannya blog ini lebih rame tulisannya.

Tak ada motivasi lain bagi saya buat blog ini selain menyalurkan apa yang saya senangi. Saya lebih mudah mengeluarkan isi pikiran lewat tulisan daripada lisan. Mungkin sebab itulah saya jadi cenderung pendiam. Bukan tak bisa bicara, kadang saya paksakan diri untuk lebih banyak bicara dalam situasi apapun.

So, yang ditulis di blog ini tak sepenuhnya baik, tapi ambil saja yang baik jika ada. Semoga bermanfaat.

Kamis, 08 November 2018

9 Nopember 2018

Hari ke sembilan di bulan nopember tahun 2018. Sudah sepuluh bulan berlalu sejak postingan terakhir saya di blog ini. Sama seperti sebelum-sebelumnya, blog ini terpinggirkan oleh oleh banyak hal yang akhirnya menghimpit apa yang dulu pernah menjadi obsesi. Tapi biarlah, mungkin sudah memang masanya seperti itu. Biarlah berjalan seperti apa maunya tanpa saya harus mengatur lagi. Btw, baru nyadar ternyata saya lebih senang menggunakan kata "Saya" daripada  "Aku".

Sabtu, 13 Januari 2018

CERITA 1000 KANCAH WAJIK HUT DHARMASRAYA 14 Bag. 2


Matahari mulai merangkak ke atas kepala. Untung saja tertutup awan, kalau tidak lengkap sudah penderitaan saat itu. Kancah-kancah teronggok di atas tungku, asap mengepul dari hasil bakaran kayu yang tak sempurna. Mata pedih, tak ada tempat untuk membuka mata dengan tenang. 

Beberapa saat lalu saya berjuang dengan teman untuk mengangkat meja dan beberapa barang lain. Ada juga wajik yang sudah siap di buat di rumah untuk dipajang nantinya. Sunggguh ajaib, di tempat seperti ini kami bisa tersesat, tak tahu arah mau dibawa kemana meja yang berat ini. Semua orang tampak sama, berbaju merah. Kecuali yang agak arah ke barat dekat GOR, mereka memakai baju hitam.

Nyaris setengah jam kami berputar-putar mencari kawan-kawan yang sedang memasak wajik. Akhirnya bertemu juga. Sebagian sedang sibuk menggoyang-goyang alat pangacau wajik agar wajiknya tidak... tidak apa? ah, saya tak tahu juga. Maklum saya tak mengerti cara membuat wajik. Saya ke sini cuma pergi menolong angkat-angkat barang saja, sambil melihat-lihat dan ambil gambar untuk dibuat video youtube.

"Cukup sekali ini saja" celoteh salah seorang teman yang tampak sedikit kecewa. Tak tahu kenapa mungkin karena asap yang begitu banyak, atau panas yang mulai terasa, atau mungkin karena tak terlihat dari pihak panitia yang menyapa.

Tanah-tanah di sekitar lokasi becek, barangkali karena semalam hari hujan dan ditambah lagi langkah kaki dari banyak orang. Akhirnya saya dan beberapa teman yang sependapat pergi dari pusat keramaian. Mojok di salah satu sudut yang teduh. Duduk dan menatap ke arah kerumunan yang sepertinya lebih ramai dari pasar.

Lama kami duduk, akhirnya kami putuskan angkat badan dan berjalan menuju teman-teman yang masih sibuk membuat wajik. Setiba di kelompok kami, mereka telah selesai membuat wajik. Wajik telah dihidangkan di atas meja. Menunggu dilihat dan ditinjau entah oleh siapa. Tapi terlihat ada beberapa orang yang mungkin panitia berseliweran dan juga terlihat beberapa orang MURI. Mungkin mereka mengecek apakah jumlah kancah wajiknya memang seribu apa tidak.

Belakangan saya baru dapat berita bahwa kancahnya mencapai dua ribuan. Entahlah saya tak tahu kebenarannya. Mungkin saja iya, mungkin saja tidak. Saya tak ikut menghitungnya.

Beberapa saat kemudian kami putuskan untuk cabut dari lokasi. "Udah nih, pulang aja lagi". sepertinya acara sudah selesai. Tak ada panduan atau apalah. Atau seperti rentetan acara. Sepertinya cuma, datang, bakar kayu, goyang-goyang dikit, diliat sekilas oleh MURI. Sudah, Pulang.

Lumayan, sekitar jam tiga sore kami baru sampai di rumah. Kedepannya semoga acara-acara seperti ini agar lebih terorganisir dengan baik, sehingga acaranya pun berjalan dengan baik dan teratur.  BTW akhirnya selamat buat kab. Dharmasraya yang akhirnya untuk pertama kali berhasil memecahkan rekor MURI.

Jumat, 12 Januari 2018

CERITA REKOR 1000 KANCAH WAJIK DHARMASRAYA Bag. 1

Seribu kancah wajik, itulah salah satu nama agenda yang ada di daftar jadwal kegiatan HUT Dharmasraya ke 14. Salah satu agenda yang baru, karena pada kesempatan sebelumnya belum pernah diadakan. Dan merupakan sala satu misi pemkab kabupaten Dharmasraya untuk membuat rekor MURI.

***


Saya bangun di pagi hari minggu seperti biasanya, tapi hari ini saya tak bisa berleha-leha, jam tujuh saya sudah berangkat mandi. Padahal hari-hari minggu sebelumnya saya kebanyakan mandi setelah zuhur mendekat. Kali ini berbeda, mungkin semua masyarakat Dharmasraya merasakan apa yang saya rasakan.

Selesai berpakain dengan setelan bewarna merah, sesuai dengan janji. Mengudap sedikit ubi jalar rebus untuk pengganjal perut, saya pergi duduk ke depan kedai. Menunggu teman. Kami janjian berangkat bersama ke GOR Dharmasraya, tempat akan diadakannya salah satu agenda besar di HUT kab. dharmasraya: "1000 Kancah wajik".

Setelah beberapa menit menunggu, teman saya pun datang. Mengobrol sebentar, lalu berangkat dengan motor ke lokasi yang berjarak sekitar lima kilometer dari rumah saya. Belum sampai ke persimpangan menuju lokasi, jalanan sudah macet. Penuh sesak oleh mobil dan motor. Namun karena kami menggunakan motor dan teman saya terbilang mahir berzig-zag ria, akhirnya tiba juga di persimpangan.

Luar binasa, macet masih mengular sampai menuju arah GOR, penuh sesak oleh moto, mobil pribadi dan pick up yang mengangkut kancah, kayu bakar, meja dan ibu-ibu berbaju basiba bewarna merah menyala. Sebuah pemandangan yang luar biasa dan membuat stress.

kami putuskan untuk menepi di warung yang ada di pinggir jalan, lebih baik  menunggu disini sampai macet reda dari pada harus ikut merayap di kemacetan. Bertemu pula kami dengan seorang teman lagi di sana dan akhirnya satu lagi, akhirnya jadi juga kami mengisi perut sambil minum teh panas yang gelasnya anyir berbau telur.

Selang beberapa waktu kemudian, mungkin satu jam. Macet belum kunjung reda. Datanglah seorang teman lagi dengan raut sedikit marah. Mungkin karena kami hanya duduk-duduk saja di kedai. dengan nada sedikit keras dia minta kami untuk menjinjing kana. kayu bakar, beberapa alat dan bahan lain menuju lokasi pembuatan wajik. Barang-barang itu ada di atas mobil pick up. Jadilah, kalau menunggu dengan mobil sejam lagi belum tentu akan sampai-sampai.

Setiba di lokasi semrawut luar binasa, orang-orang mendirikan tungku di tempat yang mereka suka, terlihat ada yang berebut juga. Separuh lagi asap sudah mulai mengepul memedihkan mata. Beberpa teman mulai tampak gelisah karena barang-barang kami belum sampai juga. Sedang kamai santai-santai saja, hehe.

Acara ini memang melibatkan semua pihak, mulai dari tingkat kecamatan, nagari, jorong, sekolah, instansi pemerintah ikut mengirim kelompok untuk membuat wajik. Bahkan ada yang mengirim lebih dari satu kelompok. Sungguh luar biasa semrawut dan ramai saat itu.