Laman

Kamis, 30 Januari 2014

pion baru: Merokok Membunuhmu?? Masa sih..

Beberapa hari yang lalu saya baru menyadari ada yang beda dengan iklan rokok yang tayang di tipi-tipi, bukan beda karena ada produk rokok yang baru karena memang terus ada merek-merek baru yang muncul. Tapi itu lo, pesan dari pemerintah yang dititipkan disetiap iklan rokok. Kalau dulu sehabis iklan rokok tayang muncul sekotak kalimat “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung bla-bli-blu-ble-blo-dan-seterusnya...”

Awalnya saya tak begitu memperhatikan, sesaat kemudian baru menyadari ada yang beda. Saya tongkrongin tuh tipi nunggu iklan rokok berikutnya lewat. Eh, benar saja “Rokok Membunuhmu” itu dia pesan yang muncul plus gambar orang merokok dan tengkorak disampingnya plus juga kode 18+. Penasaran, saya tanya atuak Gugel hari berikutnya. Kata tuak Gugel ada peraturan baru dari pemerintah buat iklan-iklan rokok. Harus ganti kalimat sekarang dengan yang lebih menohok. Kayaknya kalimat yang sebelumnya ga paten nakutin para pembeli rokok.

Kalau dalam matematika ini namanya kontradiksi, pihak yang jual rokok berusaha menarik orang buat beli produknya, pemerintah berusaha mencegah orang buat beli. Lah jadinya kayak ada kompetisi, kalau kompetisi tentu ada yang menang atau kalah, atau seri juga boleh. Kalau saya nilai sih pemerintah udah kalah duluan dari produsen rokok. Kalau produsen rokok udah nyiapain segudang amunisi buat menarik peminat. Kita bisa cek kok, mulai aja dari iklan yang tayang di tipi, iklan tentang rokok yang keren tayang dengan bintang iklan dan aksi yang jos markojos, habis tu baru deh nyempil pesan dari pemerintahnya secepat kilat “cling” langsung hilang. Kalo iklan di bilboard, poster, etc. iklan rokoknya gede, pesan pemerintah nonggok secuil dibawah.

Oke, untuk masalah iklan aja udah kalah. Belum lagi merek-merek rokok jadi sponsor berbagai iven, mulai dari olah raga, siapa yang ga tau Djarum Super Series ajang bulu tangkis bergengsi, dulu ada Liga Djarum Indonesia, ada Coppa Dji Sam Soe, ada iven music A Mild Life dan berbagai even lainnya. Pemerintah mana? Sosialisasi tentang pesan yang ingin disampaikan pemerintah aja ga pernah kelihatan, bukannya ga ada. Atau mungkin saya aja yang ga pernah dengar kali ya..


Setelah dilihat lihat pemerintah masih kalah langkah, dan sekarang langkah baru dibuat, dengan peraturan baru dengan pesan yang baru juga. Tapi menurut saya, bukannya pesimis buat pemerintah, kayaknya jika ga ada langkah yang lebih menggebrak dari pemerintah untuk menyampaikan pesannya, kalau cuma sekedar ganti seonggok pesan nyempil di iklan en bungkus rokok yang keren-keren ga bakal signifikan deh perubahannya, sama aja kayak kemarin-kemarin, ga diperhatiin tuh pesan “Rokok Membunuhmu” paling cuma komentar : “Eh, ganti lo pesannya”. So merokok membunuhmu? Jawaban orang yang pernah ditanyai : “merokok ga merokok orang bakal mati juga” he..he..

Senin, 20 Januari 2014

Menyambangi Adityawarman

Awalnya saya tidak ada niat lho mampir ke museum Adityawarman. Dan saya juga tidak menyangka akan masuk ke museum itu. Padahal sudah berkali-kali saya datang ke taman di depan museum itu untuk diskusi dengan anak2 calon penulis katanya dan memang sudah ada yang jadi penulis sih. Berharap saya juga bisa jadi penulis makanya saya ikut kegiatannya.

Biasanya diskusi sekali dua minggu dan ditaman melati itulah biasanya diskusi, disana juga terletak museum Adityawarman. Awalnya hari itu niatnya menghadiri rapat evaluasi, katanya. Evaluasi kegiatan yang baru saja selesai dilaksanakan. mulai jam sepuluh pagi dan nanti sekitar jam dua-an dilanjutkan dengan diskusi seperti biasa.

Setelah ditunggu-tunggu ternyata tak ada yang datang-yang datang, kecuali mamang sudah ada beberapa orang yang datang. Ada sekitar lima orang kalau saya tidak salah lihat :D. Namun itu belum cukup, karena yang datang itu cuma dua orang yang panitia. Akhirnya dari pada menung-menung lihat orang dua-dua-an, sedang kami berlimaan, mending liat-liat barang di museum.


Awalnya saya kira museumnya cuma yang berbentuk rumah gadang saja, setelah masuk dan terus jalan-jalan, rupanya di bagian belakang masih ada koleksinya. Ini benar-benar pengalaman pertama saya masuk museum. Meski sudah lebih lima tahun di Padang, baru kali ini saya sempat menyambangi museum yang ada di kampung ini. Lebih kritisnya meski sudah berkali kali datang lalu duduk melihat-lihat dari luar, baru kali ini juga masuk untuk memastikan kalau didalamnya ada sisitivi.





Minggu, 19 Januari 2014

Penjepit Kertas, yang tak ter-perhatikan

teman_kecil_yg_terlupakan
Ini namanya penjepit. Penjepit kertas-karena memang lebih sering digunakan untuk menjepit kertas. Dan saya memanggilnya seperti itu, mungkin bisa saja ada panggilan lainnya. Untuk menjepit benda-benda lainnya juga bisa, bahkan bila mau menjepit telingapun bisa dengan ini. Jadi teringat dengan main ampok-ampok-an jaman dulu, kalau kalah dijepit area sekitar wajah, langganannya hidung dan telinga dijepit dengan penjepit jemuran. Bisa saja penjepitnya diganti dengan yang satu ini.

Kalau buat para mahasiswa, spesiali buat mahasiswa tahun akhir akrab dengan benda yang satu ini, tapi tak begitu ter-perhatikan dengan jeli karena terlampok oleh ke-stresan mengejar-ngejar dosen pembimbing dan urusan-urusan lainnya.

Padahal kalau dipikir-pikir fungsinya bisa sangat penting sekali. Bayangkan saja draft proposal penelitian ataupun perbaikan-perbaikan yang akan ditunjukkan ke dosen pembimbing itu kadang tebalnya bisa menghampiri tebalnya novel Harry Potter. Kalau mau diklip tak ada rasanya klip untuk tumpukan kertas setebal itu, kalau mau dijilid ya ga mungkinlah, skripsi atau TA saja belum tentu di Acc dah dijiid aja. So, penjepit itulah solusi tepatnya.

Belakangan saya sering baca skripsi maupun TA mahasiswa yang sudah lebih dulu wisuda. Pas di halaman ucapan terima kasih ataupun persembahan belum ada secuil katapun yang saya temukan guna menyiratkan apresiasi untuk benda satu ini, umumnya lebih banyak untuk orang-orang yang dekat dengan penulis skripsi atau TA itu sendiri dan benda-benda terdekatnya seperti komputer, laptop bahakan printer tapi tidak untuk penjepit kertas.


Ya kadang-kadang memang seperti itulah, karena pikir dan rasa sudah terpenuhi dengan hal-hal yang membuat tertekan, hal-hal kecil yang begitu membantu dapat terabaikan begitu saja. Meskipun murah dan kecil ucapkanlah terimakasih buat objek satu ini.

Minggu, 12 Januari 2014

Celoteh-Celoteh 2014. Celoteh ?

Beberapa hari belakangan ini banyak sekali sales yang datang kerumahku menawarkan produknya. Tidak hanya datang tapi juga membombardir telingaku lewat layar kaca, lewat speaker radio. Ada juga yang menyapaku di pinggir-pinggir jalan, di tiang listrik, hingga di pohon pelindung di tepi jalan.
***
Sayup sayup terdengar suara ”orang seperti inikah yang akan kau pilih?” aku celingukan. Tak ada seorangpun di jalanan itu, lalu dari mana datangnya suara itu? Aku membatin dalam hati. Kemudian suara itu muncul lagi. “Hei, aku disini. Apakah kamu tidak bisa melihatku?” pohon yang telah kulewati bergerak-gerak, bagian kulitnya yang terkelupas seperti mulut yang sedang berbicara. “tidakkah kau meliahat benda yang ditancapkan dikeningku ini?” aku mendongak dan melihat sebuah gambar orang berjas dan berdasi dengan kata-kata meminta mencoblos nomor tertentu. Kemuadian orang dalam gambar itu melambaikan tangannya padaku. “Orang seperti inikah yang akan kau pilih?” pohon itu terus bertanya. Aku diam saja, dan segera beranjak dari tempat itu, meninggalkan pohon aneh yang terus berceloteh.

Aku tiba di persimpangan jalan. “Hai..” seseorang seperti menyapaku, aku mendongakkan kepala dan benar saja seorang perempuan sedang melambaikan tangannya dalam sebuah bilboard besar yang membelah di atas jalanan. “Besok pilih aku ya jangan lupa lho...” mengakhiri kalimatnya dengan menyipitkan sebelah mata, “Ting!” ucapku. Kubiarkan saja perempuan itu terus berceloteh. Perempuan itu terus berceloteh pada orang-orang lewat yang memandanginya.

Setelah melewati persimpangan aku segera menyetop sebuah angkutan kota yang akan membawaku pulang ke rumah. Angkutan kota itu segera menepi berbelok tajam ke arahku tanpa menghiraukan pengendara motor yang ada di belakangnya. Terdengar pengendara itu melontarkan sumpah serapah dari muncungnya dan sopir angkutan kota itu pun tak mau ketinggalan menyapa dengan sumpah serapah.

Aku naik ke angkutan kota dan duduk di dekat pintu. Dentuman musik dengan speaker bass besar menhentak memukul-mukul gendang telingaku, angkutan kota ini sudah berubah menjadi diskotik jalanan. Disela-sela dentuman bass terdengar sayup-sayup seseorang seperti menyapaku. Awalnya aku tak begitu yakin tapi ketika kutolehkan mata ke arah daun pintu angkutan kota itu seseorang berpakaian necis mengacungkan tinjunya padaku. “Ayo, saatnya perubahan!” orang itu berteriak dengan wajah semangat yang terkesan dipaksakan padahal wajahnya terlihat sudah bergelombang dimakan usia, tanda-tanda waktu berjalan berenang renang di wajahnya. Kubiarkan saja dia terus berteriak-teriak, suara dentuman bass lebih menarik telingaku. Kusunggingkan sedikit senyum pada laki-laki yang lengket di daun pintu itu ketika turun di depan rumahku. Kugores wajahnya dengan koin yang akan kubayar untuk ongkos. Apa yang kulakukan? Pikirku.

Badan yang terasa lelah minta segera direbahkan. Kuhidupkan kipas angin yang menggelantung di loteng, berputar putar seakan terpaksa mengeluarkan suara berdecit-decit. Decit-decit kipas angin memebawaku terbang, angin menerpa wajahku memebuat lelah yang menempel seperti daki di badan terkelupas dan terbang berhamburan ditiup angin. Tiba tiba terpaan angin seperti mereda, decit-decit kipas angin terdengar lagi semakin lama seperti suara ketukan di daun pintu rumahku.


Benar saja ada seseorang yang mengetuk pintu rumahku dan itu membuatku terbangun, dengan perasaan malas aku bangun dan melangkah membukakan pintu. Seorang berdiri di depanku dengan membawa sesuatu, orang itu berbicara padaku. “Ini pak inshaAllah pilihan terbaik”. Orang itu menyodorkan gambar seorang laki-laki, menunggu aku meraihnya. Laki-laki dalam gambar itu mengucapkan sesuatu “berceloteh” tapi karena masih ingin segera tidur aku tidak terlalu menghiraukannya. Lelaki di depanku yang mengantarkan wajah laki-laki ini juga ikut-ikutan berceloteh, kubiarkan saja hingga lelaki itu diam dan minta izin pergi. Meminjam kalimat yang pernah di ucapkan dosenku waktu mengikuti kuliahnya beberapa tahun lalu, “ini namanya celoteh kuadrat”. Kututup pintu untuk segera kembali menerbangkan lelah.

Jumat, 10 Januari 2014

Jual Beli Wajah 2014

Sudah lewat seminggu tahun 2013 tinggal dibelakang. Angin menerpa wajah saat jendela bus terbuka, gapura tahun 2014 telah dilewati. Jauh-jauh hari sebelum tahun 2014 datang sudah disebut tahun ini tahun politik berhubung beberapa agenda politik memang akan terselenggara di tahun ini, mulai dari pemilu legislatif sampai pemilu presiden akan segera datang.

Berbagai macam bentuk cara untuk menjual diri sudah terpampang banyak di persimpangan, di tepi jalan, di tiang listrik sampai di layar kaca. Ibarat pedagang kaki lima para tokoh tokoh itu memamerkan wajahnya untuk ditusuk pas pemilu nanti.

Saya sendiri tidak terlalu ambil pusing dengan aktivitas mereka, itu memang hal yang wajar dalam bangsa yang menganut demokrasi dan hal yang memang tak bisa dihindarkan.

Kalau di dunia jual beli telah dikenal ada penjual yang jujur dan penjual yang curang. Menurut saya dalam hal jual beli politik juga seperti itu rupanya. Tak jauh beda. Misalnya saja pedagang buah supaya ada pembeli yang tertarik buah-buah yang bagus ditempatkan di depan yang jelek-jelek disembunyikan agar tak terlihat. Kalau di jalan-jalan jargon dan wajah manis terpampang menyapa setiap orang, tapi dibalik itu semua kita tidak bisa tahu dengan pasti apa tujuannya minta dipilih. Apakah benar adanya akan amanah nantinya setelah mendapatkan posisi atau malah sebaliknya.


Memang begitulah adanya, dunia politik itu tak jauh beda dengan jaul beli. Dalam rangka mendapatkan dukungan atau pembeli tentu yang dipikirkan bagaimana orang tertarik untuk membeli barang dagangannya, sehingga disusunlah strategi marketing yang mampu memikat hati pembeli. Sebagai wakil rakyat seharusnya rakyat lebih makmur dan sejahtera dibanding wakilnya, sebagai pelayan rakyat-seharusnya rakyat lebih makmur dari pelayannya.