Laman

Senin, 12 September 2011

Sedikit Ketidakpedulian


Sabtu 10 september 2011 saya dajak oleh salah seorang teman semi lama alias teman yang jarang bertemu kesebuah pusat perbelanjaan di kota padang ini. Teman saya tersebut berencana melihat-lihat tas, lalu jika mungkin akan dibeli yang menjadi pilhannya.

Ini adalah kunjungan pertama saya ke pusat perbelanjaan ini semenjak gempa hebat 31 september 2009 silam. Jika tak diajak teman saya ini, mungkin entah kapan saya akan melongok ke lambang kehidupan modern ini. Tak ada minat saya kesana semenjak gempa itu, meskipun tempat telah kembali baik . namun tak disangka dalam kunjungan kali pertama sejak gempa itu ada hal menarik yang membuat saya ingin berkomentar.

Ketika itu waktu shalat ashar telah masuk. Teman saya masih sibuk berputar-putar seraya melirikkan mata ke barang-barang yang ada. Sedang waktu terus berjalan, dia mash bingung untuk memilih barang, sedang saya masih setia menemaninya sambil berdiri di atas lantai keramik putih pusat perbelanjaan ini. Waktu ashar makin menipis.

Akhirnya setelah urusannya dengan barang-barang itu selesai, kami berdua berjalan menuju arah selatan di lantai dua pusat perbelanjaan tersebut. Di bagian paling ujung sekali ada beberapa kios yang masih belum dihuni, kami berbelok kearah kiri. Di sana telah berdiri beberapa orang, mereka sedang menunggu temannya yang sedang ada keperluan di toilet lantai dua tersebut.

Sebelumnya saya tidak menyangka kalau di sana juga ada mushalla. Saya mengira hanya ada toilet, karena tak ada tanda-tanda atau ciri yang menanadakan keberadaan sebuah mushalla. Gambarannya lebih kurang seperti ini (bagi yang sudah pernah kesana akan tahu), ruangan dengan ukuran 8x8 meter, lantai keramik putih dengan satu pintu masuk yang di depan selalu lembab oleh air. Tidak seperti ruang lain semisal pertokoan yang ada disana, cat di ruangan ini sedikt tak terawat. Di ruangan itu terdapat dua sejadah yang mewakili dua shaf. Setelah saya hitung shaf pertama cukup untuk sembilan orang sedang shaf kedua hanya untuk lima orang. Itulah lebih kurang gambaran ruangannya dalam pandangan saya. Saya menyebutnya ruangan karena tak pantas menurut saya disebut mushalla untuk ukuran gedung mall yang megah ini.

Ketika saya beranjak meningggalkan ruangan itu, menyisakan kejanggalan ketika saya melewati pertokoan yang ada di pusat perbelanjaan tu, begitu gemerlap dan modern. Sedang di sana ada sebuah tempat ibadah yang yang tak tersentuh “keindahan”. Bukan berarti tempat ibadah itu harus megah dan ikut gemerlap. Namun ruangan itu terasa tidak diperhatkan dan dipedulikan oleh sipemilik tempat ini. Seakan-akan anggapannya akan lebih banyak orang yang mengunjungi pertokoan daripada mushalla tu, sehingga faslitas mushalla tak perlu bagus dan nyaman.

Memang benar tujuan orang kesana adalah untuk berbelanja, bukan untuk pergi shalat. Namun bukankah rata-rata orang yang kesana adalah muslim yang ketika datang waktu shalat mereka harus shalat. Atau barangkali sipemilik gedung sudah tahu bahwa pengunjung tempat ini takkan peduli dengan shalat ketika datang panggilan shalat. Mungkin, sehingga tak perlu terlalu dirisaukan masalah fasilitas yang satu ini.

Dari pengalaman ini saya bisa merasakan, begtu telah jauhnya kita dari Tuhan pada zaman sekarang ini. Gemerlap modernitas telah melupakan kita akan hari-hari abadi yang tak lama lagi akan dihadapi oleh setiap manusia yang hidup diatas dunia ini. Dunia yang fana ini telah berhasil menipu kita.