Laman

Rabu, 29 Juni 2011

Lukisan Kamal, Cermin Kegelisahan Minangkabau


JAKARTA - Pelukis Kamal Guci terbilang satu-satunya seniman Indonesia asal Sumatera Barat yang punya kegelisahan batin sama dengan perantau Minang dalam menyikapi kekalahan telak budaya Minang yang disosoh oleh budaya asing. Lewat karyanya, Kamal Guci mencoba melawan gerak globalisasi yang berprinsip hanya yang kuat yang berhak hidup sementara yang kalah harus menjalani kemusnahan dengan sendirinya.

"Kegelisahan Kamal Guci yang memilih hidup di Minangkabau juga kegelisahan masyarakat Minang di perantauan dalam menyikapi budayanya yang kian tergusur oleh "peradaban baru" yang dikemas dalam hot issu globalisasi," kata Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof Fasli Jalal, saat membuka pameran tunggal pelukis Kamal Guci, bertema "Menjelajah Ranah Menembus Rantau", di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (28/6) malam.

Ungkapan kegelisahan Kamal Guci terhadap Budaya Minang yang dikomunikasikannya melalui semua lukisan Rumah Gadang yang terkesan kokoh tapi di setiap bangunannya ada saja yang rusak bahkan miring, menambah kegelisahan perantau bahwa sesaat lagi Minangkabau itu akan "rata" dengan tanah. Kamal Guci secara cerdas menggambarkan kondisi ini melalui penampakan simbol globalisasi yakni antene parabola yang menyajikan informasi global tapi tidak memberi tempat bagi kearifan lokal.

"Interaksi Kamal Guci selama menjelajah ranah sepertinya belum menemukan sikap optimis terhadap budaya Minang yang diyakini oleh komunitasnya masih sanggup mengimbangi paket globalisasi tanpa sedikitpun memperlihatkan kegelisahan sebagaimana yang diperlihatkan oleh Kamal Guci dalam setiap lukisannya," ujar Fasli Jalal.

Sementara itu, kegelisahan yang terus-menerus dialami oleh Kamal Guci secara riil tidak terlihat dalam kehidupan masyarakat Minang di Ranah Minang. "Kita dengan sangat mudah bisa menyimpulkan bahwa masyarakat Minang di kampung menganggap biasa saja Rumah Gadang itu terancam roboh, sementara Rumah Gadang adalah simbol dari eksistensi masing-masing kaum," kata Fasli.

Lebih jauh, mantan Ketua Umum Gebu Minang itu mempertanyakan apakah interaksi antara rantau dan kampung masih berjalan sebagaimana halnya era tahun 80-an? "Pada era tahun 80-an dan sebelumnya terlihat interaksi rantau dengan kampung sangat mewarnai perjalanan Minangkabau. Malam ini kita hanya merasakan kegelisahan seorang Kamal Guci dengan perantau Minang," ungkap Fasli.

Pada kesempatan yang sama, budayawan yang juga politisi nasional Fadli Zon menyampaikan apresiasi yang sangat luar biasa kepada Kamal Guci yang telah menyampaikan kritikan terhadap kita semua melalui lukisan.

"Sebagai pelukis, Kamal tidak tergoda untuk memindahkan keindahan dan keelokan Minangkabau ke kanvas. Dia dengan caranya sendiri justru menyampaikan nuansa suram Minangkabau yang disimbulkan melalui cacat yang dimiliki oleh setiap lukisan Rumah Gadang. Ini sebuah kritikan dan peringatan untuk kita semua bahwa dibalik keindahan alam Minang tersimpan ancaman (globalisasi) luar biasa," jelas Fadli.

Lebih lanjut, Fadli Zon yang mengoleksi dua lukisan Kamal Guci melihat pelukis kelahiran Nagari Pakandangan 13 Oktober 1960 ini telah menemukan koordinatnya dalam perkembangan seni rupa di Sumbar dan Indonesia.

"Setelah lama ditinggal oleh Wakidi dan para pelukis "Mooi Indie", Kamal Guci boleh dibilang pelukis "Mooi Minang" di baris depan dewasa ini. Bedanya, Kamal tidak hanya melukis soal keindahan tapi juga kehancuran tradisi dan budaya akibat ulah manusianya," tegas Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.

Kritik dan kepedulian Kamal ini, lanjutnya, patut dihargai sebagai ekspresi emosinya atas perjalanan sejarah Minang. "Ia melukis dengan hati, tanpa basa-basi serta menyetubuhi setiap ruang dan bidang di kanvasnya menjadi irama," tukas Fadli Zon.

Selain Wakil Mendiknas Fasli Jalal dan Budayawan Fadli Zon ratusan seniman, pembukaan pameran tunggal yang akan berlangsung hingga 7 Juli mendatang juga dihadiri antara lain oleh anggota Senator AM Fatwa, budayawan Leon Agusta, Ida Hasyim Ning dan Kivlan Zein. (fas/jpnn)/www.padang-today.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar